A.
THALAK
1.
Pengertian dan Hukum Thalak
Thalak adalah melepaskan ikatan nikah dari suami
dengan mengucapkan lafaz tertentu, misalnya suami mengatakan kepada isterinya;
“saya thalak engkau”, dengan ucapan tersebut lepaslah ikatan pernikahan dan
terjadilah perceraian.
Thalak menurut
hukum asalnya adalah makruh, karena thalak merupakan perbuatan yang halal
tetapi paling tidak disukai oleh Allah SWT.
Sabda Nabi SAW:
Artinya: Perbuatan yang halal, tetapi
dibenci Allah adalah thalak” (H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah).
2.
Lafaz dan Bilangan Thalak
Lafaz thalak itu dapat diucapkan atau dituliskan
dengan kata-kata yang jelas dan kata-kata sindiran. Thalak dengan kata yang
jelas misalnya : “saya ceraikan engkau”. Thalak dengan kata-kata yang jelas
seperti itu tidak memerlukan niat. Sedangkan thalak dengan kata-kata sindiran,
misalnya: “pulanglah engkau ke rumah orang tuamu”. Thalak dengan menggunakan
kata-kata sindiran tersebut memerlukan niat. Jika suami berniat menthalak, maka
jatuh thalak, tetapi jika ia tidak berniat, maka tidak jatuh thalaknya.
Adapun bilangan thalak maksimal tiga kali,
artinya suami berhak menjatuhkan thalak kepada istrinya sampai tiga kali. Pada thalak
satu dan thalak dua, suami berhak rujuk (kembali) kepada istrinya sebelum habis
masa iddahnyaatau nikah lagi apabila iddahnya sudah habis. Pada thalak tiga,
suami tidak boleh rujuk dan tidak boleh nikah kembali, sebelum istrinya itu
nikah dengan laki-laki lain dan sudah digauli serta sudah dithalak olehsuami
keduanya itu.
Menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974
tentang “perkawinan”, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang
Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. Oleh karena itu, thalak merupakan ikrar suami di
hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya
perkawinan. Selanjutnya dinyatakan, “seorang suami yang menjatuhkan thalak
kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tulisan kepada Pengadilan
Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta
diadakan sidang untuk keperluan perceraian. Dan perceraian itu terjadi
terhitung sejak dinyatakan di depan sidang pengadilan.
3.
Macam-Macam Thalak
a. Thalak menurut bentuknya
Thalak yang dijatuhkan suami kepada istri ada
beberapa macam bentuknya, yaitu: ila’, lian, dzihar, dan fasakh.
1) Ila’
Ila’ ialah sumpah suami bahwa tidak akan mencampuri
istrinya. Ila’ merupakan adat Arab jahiliyah. Mereka bersumpah tidak akan
menggauli istrinya dengan maksud menyakitinya dan membiarkan ia menderita
berkepanjangan tanpa ada kepastian dicerai atau tidak.
Jika seorang laki-laki tidak senang lagi kepada
istrinya, dan iapun tidak suka pula kalau nanti istrinya dikawini orang lain,
maka ia melakukan ila’ yaitu bersumpah tidak akan menggauli istrinya itu.
Setelah Islam datang, adat
tersebut dihapus, dengan cara membatasi waktu sumpah tersebut, selama-lamanya 4
bulan. Dalam masa 4 bulan tersebut suami harus mencabut sumpahnya dan kembali
kepada istrinya dengan membayar kafarat sumpah. Jika masa 4 bulan itu sudah
lewat, maka ia wajib memilih antara kembali kepada istrinya atau
menceraikannya. Jika kembali, maka ia harus membayar kafarat sumpah, dan jika
memilih menceraikan, maka jatuh thalak ba’in sughra yang tidak boleh
rujuk lagi. Perhatikan QS. Al Baqarah (2): 226-227:
Artinya:
226. kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi
tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya),
Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
227. dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) thalak,
Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
.
2) Lian
Lian ialah saling melaknat antara suami dan
istri. Lian terjadi karena salah satu (suami/isteri) menuduh yang telah berbuat
zina, sementara yang dituduh bersikeras menolak tuduhan. Apabila tidak dapat
diselesaikan secara baik-baik, keduanya datang ke Pengadilan Agama untuk
diadakan sumpah di hadapan hakim. Di hadapan hakim penuduh disuruh bersumpah
sebanyak lima kali, empat kali sumpah bahwa “Demi Allah, engkau (suami/isteri)
telah berbuat zina”. Yang kelima bersumpah bahwa “Aku (suami/isteri) bersedia
menerima laknat Allah jika berdusta”. Apabila penuduh tidak mau bersumpah, ia
ditahan sampai mau bersumpah atau mencabut tuduhannya.
Untuk itu perhatikan QS. An Nur (24) ayat 6-9:
Artinya:
6. dan orang-orang yang menuduh isterinya
(berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka
sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama
Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar.
7. dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah
atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang yang berdusta[1030].
8. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh
sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar
Termasuk orang-orang yang dusta.
9. dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah
atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-orang yang benar.
3) Dzihar
Dzihar, yaitu ucapan suami kepada istrinya yang
berisi penyerupaan istrinya dengan ibunya seperti kata suami: Engkau seperti
punggung ibuku. Pada zaman Jahiliah, Dzihar dianggap sebagai salah satu cara
menceraikan istri. Kemudian Islam melarangnya, dan menyatakan haram hukumnya.
Suami yang terlanjur mendzihar istrinya sebelum mencampuri membayar kafaratnya.
Adapun kafarat dzihar adalah memerdekakan budak, jika tidak mampu, harus
berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak kuat puasa, wajib memberi makan
60 orang miskin.Untuk dzihar ini perhatikan QS. Al-Mujadalah (58) ayat 2-4:
Artinya:
2. orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu,
(menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu
mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan
Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan
dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
3. orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka
hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya)
memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur.
Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
4. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib
atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka
siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi Makan enam puluh orang
miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah
hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.
4) Fasakh
Fasakh adalah pembatalan nikah yang dilakukan
oleh pengadilan karena salah satu pihak (suami atau isteri) tidak dapat
melaksanakan kewajibannya. Pada dasarnya, fasakh adalah hak suami dan isteri.
Tetapi karena suami sudah mempunyai hak thalak, maka fasakh biasanya diusulkan
oleh pihak isteri.
Alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan
fasakh, antara lain:
a)
suami cacat tubuh yang serius
b)
suami tidak memberi nafkah kepada isteri
c)
suami berselingkuh dengan wanita lain
d)
suami murtad atau pindah agama.
b. Thalak menurut hukumnya
Ditinjau dari segi keadaan isteri, thalakitu
dibagi dua macam, yaitu thalak sunni dan thalak bid’i.
1)
Thalak sunni adalah thalak yang dijatuhkan seorang suami kepada
isterinya, ketika isterinya sedang suci, yaitu tidak sedang haid; atau isteri
dalam keadaan suci dan tidak dicampuri; atau sama sekali belum dikumpuli; atau
dalam keadaan hamil. Hukumnya boleh dilakukan.
2)
Thalak bid’i adalah thalak yang dijatuhkan suami, ketika isterinya
sedang haid, atau sedang suci tetapi telah dicampuri, atau thalak dua/tiga
sekaligus. Thalak bid’i hukumnya haram.
c. Thalak menurut sifatnya
Ditinjau dari segi sifatnya atau cara
menjatuhkannya thalak itu terbagi dua, yaitu thalak sarih dan thalak kinayah
1)
Thalak sarih adalah thalak yang diucapkan suami dengan ucapan yang
jelas, yaitu ucapan thalak (cerai), firak (pisah), atau sarah (lepas). Thalak
yang diucapkan dengan menggunakan kata-kata tersebut dinyatakan sah dengan
tidak diragukan lagi keabsahannya.
2)
Thalak kinayah adalah ucapan yang tidak jelas maksudnya, tetapi
mengarah kepada perceraian. Misalnya dengan ucapan yang bernada mengusir,
menyuruh pulang atau ucapan yang bernada tidak memerlukan lagi dan
sejenisnya. Jika ucapan itu diniatkan thalak, maka thalaknya jatuh. Karena itu
untuk menghindari terjadinya thalak kinayah, sebaliknya suami berhati-hati
dalam menggunakan kata-kata kepada isterinya, Nabi SAW. bersabda yang
artinya: “Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: Rasulllah bersabda: Ada tiga
perkara yang apabila disungguhkan jadi dan bila main-main pun tetap jadi, yaitu
nikah, thalak, dan rujuk”.
d. Thalak menuruk hak rujuk
suami isteri
Ditinjau dari segi dapat rujuk atau tidaknya,
maka thalak terbagi dua, yaitu thalak raj’i dan thalak bain.
1) Thalak raj’i adalah thalak
dimana suami bisa kembali kepada bekas isterinya dengan tidak memerlukan nikah
kembali, yaitu thalak satu dan thalak dua yang dijatuhkan oleh suami kepada
isterinya.
2) Thalak bain adalah thalak dimana suami tidak
boleh merujuk kembali mantan isterinya, kecuali dengan persyaratan tertentu, thalak
bain ada dua macam, yaitu thalak bain sugra dan thalak bain kubra.
Thalak bain sugra adalah thalak yang dijatuhkan
kepada isteri yang belum dicampuri dan thalak khuluk atau tebus. pada thalak
ini suami tidak boleh merujuk kembali kepada bekas isterinya, kecuali
menikahinya dengan pernikahan baru. Sedangkan thalak khuluk adalah thalak yang
dijatuhkan suami atas permintaan isteri dengan alasan tertentu. Dalam hal ini
suami tidak perlu memperhatikan keadaan isterinya, apakah sedang haid atau
suci, semuanya itu ditanggung isteri karena permintaannya sendiri. Thalak
khuluk disebut juga thalak tebus karena isteri wajib membayar ‘iwad atau
tebusan ke pengadilan.
Thalak bain kubra adalah thalak tiga di mana
bekas suami tidak boleh merujuk atau mengawini kembali bekas ieterinya, kecuali
bekas isterinya itu telah dinikahi oleh laki-laki laindan telah dicampuri. Jika
suaminya itu menceraikannya, maka bekas suami pertama boleh mengawininya
kembali.
Pernikahan dan perceraian kedua dengan suami
barunya tidak boleh direkayasa. Semuanya harus terjadi secara kebetulan.
B.
IDDAH
1.
Pengertian Iddah
Secara bahasa, kata “Iddah” dalam bahasa
arab diambil dari kata “al-‘Adad” dan “al-Ihsha’” yang berarti “Bilangan”,
yakni sesuatu yang dihitung oleh perempuan (istri) dari hari-hari dan haid atau
hitungan dari haid atau suci, atau hitungan bulan.
Secara
istilah , “Iddah” berarti sejumlah waktu ( hari ) untuk menunggu bagi
perempuan dan tidak boleh untuk menikah setelah wafat suaminya atau berpisah
dengannya. Di kalangan para ulama fiqh terdapat banyak pendapat dalam
memberikan pengertian iddah. Menurut ulama Hanafiah, iddah berarti
saat-saat tertentu menurut syara’ untuk menyelesaikan hal-hal yang terkait
dengan perkawinan. Dengan kata lain saat menunggu bagi wanita ketika
berpalingnya perkawinan atau yang serupa. Sedangkan menurut jumhur ulama, iddah
berarti saat menunggu bagi perempuan (istri) untuk mengetahui kekosongan
rahimnya, atau untuk beribadah, atau keadaan bersedih-berduka cita terhadap
perkawinannya yang berakhir.
2.
Masa Iddah
Lamanya masa iddah bagi seorang perempuan sebagai berikut:
a. Wanita yang dicerai
suaminya, kalau ia sedang mengandung maka masa iddahnya sampai dengan lahirnya
anak yang dikandungnya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam QS.
At-Thalaq (65): 4:
Artinya:
4. dan
perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa
iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang
tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah
sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
b. Wanita yang ditinggal
mati suaminya, sedangkan ia tidak mengandung (hamil), maka iddahnya empat
bulan sepuluh hari. Hal ini berdasarkan Firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah (2):
234:
Artinya:
234.
orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri
(hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan
sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu
(para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut.
Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
c. Wanita yang dicerai oleh
suaminya. Sedangkan ia masih dalam keadaan haid, maka iddahnya tiga quru’ (3
kali suci). Hal ini berdasarkan Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah (2): 228:
Artinya:
228.
wanita-wanita yang dithalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'.
tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
d. Wanita yang tidak pernah
datang haid lagi, misalnya karena ia masih kecil atau sudah menopause (usia
yang sudah lanjut), maka iddahnya tiga bulan. Hal ini berdasarkan Firman
Allah SWT dalam QS At-Thalaq (65): 4:
Artinya:
4. dan
perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa
iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang
tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah
sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
e. Wanita yang dicerai
suaminya sebelum dicampuri maka baginya tidak ada iddah, dalam arti begitu heri
itu cerai, maka hari itu pula ia boleh menikah dengan laki-laki lain. Hal ini
berdasarkan Firman Allah SWT. QS. Al-Ahzab (33): 49:
Artinya:
49.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang
beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka
sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta
menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan
cara yang sebaik- baiknya.
3.
Hak isteri selama masa iddah
Wanita yang dalam masa iddah raj’iah (iddah thalak
satu atau thalak dua berhak menerima tempat tinggal, pakaian dan belanja dari
suaminya. Karena pada hakekatnya mereka masih belum putus tali perkawinannya,
dan masih berstatus suami isteri. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang
artinya: “perempuan berhak mengambil nafkah dan rumah kediaman dari bekas
suaminya yang masih boleh rujuk kepadanya (H.R. Ahmad dan An Nasa’i)”
Wanita dalam iddah ba’in (thalak tiga atau khuluk) tetapi tidak
hamil hanya berhak mengambil tempat tinggal saja. Berdasarkan Firman Allah SWT
dalam QS At-Thalaq (65): 6:
Artinya:
6.
tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)
mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil,
Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika
mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya,
dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
Wanita dalam iddah wafat tidak mendapat hak
seperti wanita dalam iddah lian tetapi ia dan anak kandungnya mendapat hak
pusaka dari suaminya yang meninggal dunia. Rasulullah SAW Bersabda yang
artinya: “ wanita hamil yang kematian suaminya tidak berhak mengambil
nafkah” (H.R. Muslim).
C.
RUJUK
1.
Pengertian Rujuk
Rujuk dan segi bahasa kembali atau pulang. Dari
segi istilah hukum syarak rujuk bermaksud mengembalikan perempuan kepada nikah
selepas perceraian kurang daripada tiga kali dalam masa idah dengan
syarat-syarat tertentu.
Seorang suami yang hendak merujuk isterinya
tidak perlu mendapatkan persetujuan kepada mantan isteri terlebih dahulu.
Seorang suami yang telah menceraikan isterinya
dengan thalak satu atau dua, harus baginya untuk rujuk kembali kepada isterinya
selama isteri itu masih dalam iddah karena rujuk adalah hak suami, bukan hak
isteri.
Rujuk digalakkan oleh Islam.
Firman Allah:
Artinya:
228. wanita-wanita yang dithalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
228. wanita-wanita yang dithalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
2.
Hukum rujuk
a.
Wajib - Suami yang menceraikan salah seorang daripada isteri-isterinya dan
dia belum menyempurnakan pembagian giliran terhadap isteri yang diceraikan itu.
b.
Haram - Apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan kepada
isteri tersebut.
c.
Makruh - Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
d.
Harus - Jika membawa kebahagiaan kepada ahli keluanga kedua-dua belah pihak.
e.
Sunat - Sekiranya mendatangkan kebaikan.
Suami boleh merujuk isteri yang dithalakkannya
dengan syarat-syarat berikut:
Belum habis iddah, isteri tidak diceraikan dengan thalak
tiga, Thalak itu setelah persetubuhan.
3.
Ucapan yang menyatakan rujuk
Syarat-syarat lafaz:
a.
Lafaz yang menunjukkan maksud rujuk, misalnya kata suami “aku
rujuk engkau” atau “aku kembalikan engkau kepada nikahku”.
b.
Tidak bertaklik — tidak sah rujuk dengan lafaz yang bertaklik,
misalnya kata suami “aku rujuk engkau jika engkau mau”. Rujuk itu
tidak sah walaupun isteri mengatakan mau.
c.
Tidak terbatas waktu - seperti kata suami “aku rujuk engkau
selama sebulan”.
4.
Hikmah rujuk
a.
Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk
kepentingan kerukunan rumah tangga.
b.
Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku
perceraian.
c.
Dapat menimbulkan kesadaran untuk lebih bertanggungjawab dalam
soal rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Agama RI. 1995. Pendidikan Agama Islam.
Bandung: Lubuk Agung
Sahib,
Muhammad Amin, dkk. 2010. Pendidikan
Agama Islam. Makassar: Universitas Negeri Makassar
Al-Qur’an
dan terjemahannya.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusApakah sudah jatuh talaknya ketika seorang suami menalak istrinya dalam keadaan marah besar dan bisa dikatakan kata2 yg keluar dari mulutn si suami sudah tdk terkontrol ?
BalasHapusElisa Putri
1447141031 / C.94
Assalamualaikum Wr.Wb
BalasHapusHendrayana/ 1447142028/ C.94
seseorang sudah nikah secara agama saja.
dan orang ini dlm rumah tangganya mengalami masalah.
seorang istri sempat bertengkar dengan suaminya,,,dan si istri ini slalu minta cerai dengan alasan bahwa si istrinya meminta agar segera dinikahkan juga secara sah munurut agama, tapi si suami tidak mau dikarenakan tuntutan orang tua si istri yg belum bisa disanggupi oleh suaminya.
lalu si suami gerah mendengar istri mengucpkan kata cerai,,,akhirnya suaminya pun marah. setelah itu si suami meninggalkn istri,agar istrinya sadar. tapi si istri tidak mau. dia mau minta penjelasan kalau pisah ya pisah sekalian,,tapi kalo tidak ya perbaiki. suami nya mungkin emosi. dan si suami ini menuliskan sms kepada si istri kata CERAI. menurut islam apakah itu sah?.dn bgaimna dngan pernikhannya?
jika sah,,apabila mereka ingin rujuk haruskah mereka menikah lagi? jarak mengucapkan CERAI dengan suaminya minta rujuk kembali kurang lebih 2 bulan.
Terimakasih
wassalam
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.
BalasHapusPerkenalkan nama saya MARDIANA kelas C.91 dari penjelasan di atas maka timbul dari benak saya pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Dari penjelasan di atas yang menyatakan bahwa “Thalak adalah melepaskan ikatan nikah dari suami dengan mengucapkan lafaz tertentu, misalnya suami mengatakan kepada isterinya; “saya thalak engkau”, dengan ucapan tersebut lepaslah ikatan pernikahan dan terjadilah perceraian”. Nah yang saya tanyakan apa bila suami langsung mengatakan kepada istrinya bahwa “saya thalak engkau” apakah langsung terjadi perceraian? Kalau langsung bagaimana jika suami berubah fikiran setelah mengatakan seperti itu?
2. Apabila masa ‘iddah belum habis, apakah harus membuat akad nikah baru?
3. Kemudian, apabila istri menceraikan suaminya tetapi dia tdk pernah mengucap kata 'cerai atau talak' putusan hakim sudah keluar bulan bulan depan, dan sekarang dia ingin rujuk dengan suamnyai. Bagaimana pandangan bapak tentang itu karena saya masih blm paham apa saja syaratnya?
4. jika kita sudah di talak tiga kali dalam beberapa tahun kemudian telah habis masa iddahnya dan suami ingin rujuk kembali tapi dia tidak ingin anggaplah saya menikah dengan orang lain dan tanpa kehadiran ibu saya atau keluarga di KUA apakah boleh? mohon penjelasan
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatu
Assalamualaikum wr.wb
BalasHapusNama : Tuti Ayu Erfiyana B
Kelas : C94
NIM : 1447142029
yang ingin saya tanyakan pak yaitu jika 3 kali talak terjadi dalam 1 kali pertemuan dengan cara di mana di antara setiap talak terjadi rujuk lafsi, Apakah hal ini termasuk sebagai talak ba'in? dan apakh kehadiran perempuan ataw dukhul setelah rujuk merupakan syarat yang harus di penuhi??terima kasih
Wassalamualaikum wr.wb
Assalamu alaikum pak
BalasHapusNama : yumi karmilani
Kelas: c.93
Bgini pak yang ingin saya tnyakan pada hak istri dalam masa iddah. Disitu mengatakan bahwa perempuan pada masa iddah di haramkan menerima lamaran laki laki yang lain, selain bekas suaminya (bagi perempuan yang di thalak raj'i). Trus yang saya ingin tanyakan bagaiamna jika si perempuan tersebut tidak bisa menolak lamran lelaki tersebut dan pada akhirnya dia menerima lamran lelaki itu sebelum selesai masa iddahnya, apakah hukuman dalam islam bagi si perempuan itu ji dia melanggar larangan untuk tdk menerima lamaran dari laki laki lain sblm selesai masa iddahnya?
Assalamu alaikum wr wb..
BalasHapussehubungan dengan materi Perkawinan dalam islam.
saya pernah menemukan kasus, seorang perempuan muda yang berulang kali (kurg lebh 3 kli) telah melakukan hubungan intim dengan pria berbeda-beda yg bukan muhrimnya dlm jangka wktu krg dari 5 bln. stelah beberapa lama, akhirnya ia hamil diluar nikah. kemudian, iapun mencari pria-pria yg tlh menggaulinya. tanpa pkir panjang, ia memilih slahstu dari pria-pria trsb untk ia mintai pertnggungjwban. pria tersebt akhirnya stuju dan sgera bertnggungjwb tnpa mengetahui bhwa ternyata bukn hnya dia yg tlah mengauli wanita trsebut dan anak dalam kndungannya belum pasti drah dagingnya sndiri. nah, bgaimana hukum nikah seperti ini pak? apa masih diridhoi dan dihalalkan atau tdk?
ANDI MARDIYANI / C.93
Assalamualaikum wr wb.
BalasHapusNama: Amaliyah Akkas
Kelas: C. 94
Saya ingin bertanya pak, apa landasannya , hanya suami lah yang dapat menalak istri , sedangkan istri minta ditalak ?. Dan sejauh manakah peranan pengadilan agama dalam menangani masalah perceraian??. Serta, sebelum adanya pengadilan agama, siapa yang berhak menentukan sah atau tidak nya perceraian seseorang??
assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu
BalasHapusNama : Mayasari
Kelas : C.91
NIM : 1447140009
begini pak yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana perceraian yang dilakukan tanpa adanya saksi, apakah sah atau tidak? bagaimana pula ketika akan rujuk,apakah perlu saksi agar sah atau tidak? kemudian ketika talak sudah habis masa iddah-nya dan tidak ada rujuk, bagaimanakah status perkawinannya?
Terima kasih
Nama : Faisal
BalasHapusNIM : 1447142013
kelas :C.92
pertanyaan sya pak Bagaimana keduduukan hak talak bagi seorang suami yang menalak istrinya saat istrinya sedang mengandung anaknya? apakah hak talak yang dijatuhkan masih berlaku atau bagaimana?
assalamu alaikum. sya nur aminah C.93
Hapusmaaf lancang menjawab pertanyaan anda.. tp, menurut saya dalam hukum islam itu menjatuhkan talak kepada istri yang sedang mengandung itu tidak boleh walaupun sdah mengatakannya tapi dalam agama hal tersebut tidaklah ada atau blum ditalak. nnti kalau wanita tersebut telah melahirkan barulah talak tersebut bisa dikatakan atau dijatuhkan kepadanya..
terima kasih...
assalamu alaikum wr.wb
BalasHapusnama: nur aminah
kelas: c.93
nim: 1447140042
Didalam hukum islam wanita yang sedang hamil dilarang menikah tetapi, sperti yang kita lihat sekarang ini banyak yang melakukan hal tersebut. apa hukuman yang patut didapatkan orang yang melakukan hal tersebut dan bagaimana tanggapan bapak tentang hal ini ??
terima kasih.. Wassalam
Ass.
BalasHapusNama : Nurjanna Sabri
Kelas : C. 92
Bagaimana jika ada seorang suami yang sering mengeluarkan kata thalak dari mulutnya sudah lebih dari 3 kali . namun sampai sekrng mereka masih bersama . Bagaimana mana menurut Anda?
Wassalam
waalaikumsalam wr.wb
Hapussaya wiwik cahyanii kls c92 sya akn mnjawab pertanyaan saudari nurjannah sabri menurut saya orang itu harus menikah kembali. tp jka smpai smpai saat ini mereka masih bersama berarti mereka termasuk orang yang melakukan zina
Assalamualaikum wr.wb
BalasHapusNama : A.Nurmalasari.A.N
Nim : 1447140014
Kelas : C.91
Sy akan mencoba menjawab prtanyaan dr saudara Faisal (C.92) tentang "Bagaimana keduduukan hak talak bagi seorang suami yang menalak istrinya saat istrinya sedang mengandung anaknya? apakah hak talak yang dijatuhkan masih berlaku atau bagaimana?". brdasarkan artikel yg telah sy bca (http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/sah-atau-tidak-penikahan.htm#.VFhgEFed-_I). Talaq yang dijatuhkan seorang suami terhadap istrinya pada saat hamil termasuk kedalam talaq sunnah bukan bid’ah dan talaqnya itu dianggap sah menurut kesepakatan para ulama.
Sedangkan iddah bagi seorang wanita yang ditalak dalam keadaan hamil adalah hingga ia melahirkan kandungannya, sebagaimana firman Allah swt :
Artinya : “Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. Ath Thalaq : 4)
Seorang wanita yang ditalak suaminya disaat hamil maka tidak boleh menikah dengan lelaki lain hingga masa iddahnya berakhir, yaitu hingga ia melahirkan kandungannya. Jika terjadi pernikahan di masa iddahnya maka pernikahannya dianggap batal dan mereka berdua harus dipisahkan.