Pendahuluan
Perkawinan atau nikah menurut bahasa
ialah berkumpul dan bercampur. Menurut istilah syarak pula ialah ijab dan qabul
(‘aqad) yang menghalalkan pergaulan antara lelaki dan perempuan yang
diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan
oleh Islam. Perkataan zawaj digunakan
di dalam al-Quran bermaksud pasangan dalam penggunaannya perkataan ini
bermaksud perkawinan Allah SWT menjadikan manusia itu berpasang-pasangan,
menghalalkan perkawinan dan mengharamkan zina.
Persoalan perkawinan adalah
persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena
persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi
saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah
tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat
manusia dan nilai-nilai akhlaq yang luhur. Perkawinan bukanlah
persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad
nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci.
Pengertian
Nikah secara bahasa adalah berkumpul
dan bergabung. Dikatakan : nakahat al-asyjar, yaitu pohon-pohon tumbuh
saling berdekatan dan berkumpul dalam satu tempat. Berkata Imam Nawawi : “Nikah secara
bahasa adalah bergabung, kadang digunakan untuk menyebut “akad nikah”, kadang
digunakan untuk menyebut hubungan seksual.”
Adapun “Nikah” secara istilah adalah
: “Nikah
adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki
dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban antara
keduanya.”.
Hukum Pernikahan
Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan
kepada umatnya yang sudah mampu untuk menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi
yang bermacam-macam, maka hukum nikah ini dapat dibagi menjadi 5 macam:
- Jaiz, artinya boleh kawin dan boleh
juga tidak, jaiz (mubah) ini merupakan hukum dasar dari pernikahan. Perbedaan
situasi dan kondisi serta motif yang mendorong terjadinya pernikahan
menyebabkan adanya hukum-hukum nikah berikut.
- Sunat, yaitu apabila seseorang telah
berkeinginan untuk menikah serta memiliki kemampuan untuk memberikan
nafkah lahir maupun batin.
- Wajib, yaitu bagi yang memiliki
kemampuan memberikan nafkah dan ada kekhawatiran akan terjerumus kepada
perbuatan zina bila tidak segera melangsungkan perkawinan. Atau juga bagi
seseorang yang telah memiliki keinginan yang sangat serta dikhawatirkan
akan terjerumus ke dalam perzinahan apabila tidak segera menikah.
- Makruh, yaitu bagi yang tidak mampu
memberikan nafkah.
- Haram, yaitu apabila motivasi untuk
menikah karena ada niatan jahat, seperti untuk menyakiti istrinya,
keluarganya serta niat-niat jelek lainnya.
Tujuan Pernikahan Dalam Islam
1.
Untuk
Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Perkawinan adalah fitrah manusia,
maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah
(melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan
seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina,
lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh
Islam
2.
Untuk
Membentengi Ahlak Yang Luhur.
Sasaran utama dari disyari’atkannya
perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia
dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat
manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai
sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
“Artinya : Wahai para pemuda !
Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena
nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan).
Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum
itu dapat membentengi dirinya”.
3.
Untuk
Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami.
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa
Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak
sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah QS.
Al-Baqarah: 299:
“Artinya : Thalaq (yang dapat
dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari
sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir
tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
Yakni keduanya sudah tidak sanggup
melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila
keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan
dalam Q.S Al-Baqarah: 230 lanjutan ayat di atas :
“Artinya : Kemudian jika si suami
menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi
baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain
itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama
dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada
kaum yang (mau) mengetahui “.
Jadi tujuan yang luhur dari
pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah
tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah
wajib.
4.
Untuk
Meningkatkan Ibadah Kepada Allah.
Menurut konsep Islam, hidup
sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia.
Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi
peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain,
sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
5.
Untuk
Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah
untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman QS. An-Nahl: 72:
“Artinya : Allah telah menjadikan
dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari
istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang
baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah ?”.
Dan yang terpenting lagi dalam
perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan
membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan
bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh
melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.
Kriteria Calon Pasangan Ideal
Setiap
muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran
Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal,
yaitu harus kafa-ah dan shalihah.
a.
Kafa-ah
Menurut Konsep Islam
Pengaruh buruk materialisme telah
banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit orang tua, pada zaman sekarang ini,
yang selalu menitikberatkan pada kriteria banyaknya harta, keseimbangan
kedudukan, status sosial dan keturunan saja dalam memilih calon jodoh putera-puterinya.
Masalah kufu' (sederajat, sepadan)
hanya diukur berdasarkan materi dan harta saja. Sementara pertimbangan agama
tidak mendapat perhatian yang serius.
Agama Islam sangat memperhatikan
kafa-ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam hal per-nikahan. Dengan
adanya kesamaan antara kedua suami isteri itu, maka usaha untuk mendirikan dan
membina rumah tangga yang Islami -insya Allah- akan terwujud. Namun kafa-ah
menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta akhlak seseorang,
bukan diukur dengan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah ‘Azza wa
Jalla memandang derajat seseorang sama, baik itu orang Arab maupun non Arab,
miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan derajat dari keduanya melainkan derajat
taqwanya.
Allah SWT berfirman QS. Al-Hujuraat:
13:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Bagi
mereka yang sekufu’, maka tidak ada halangan bagi keduanya untuk menikah satu
sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih
berorientasi pada hal-hal yang sifatnya materialis dan mempertahankan adat
istiadat untuk meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur-an dan Sunnah Nabi
yang shahih, sesuai dengan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Seorang
wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya,
dan agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang taat agamanya
(ke-Islamannya), niscaya kamu akan beruntung.” [2]
Hadits
ini menjelaskan bahwa pada umumnya seseorang menikahi wanita karena empat hal
ini. Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih yang
kuat agamanya, yakni memilih yang shalihah karena wanita shalihah adalah
sebaik-baik perhiasan dunia, agar selamat dunia dan akhirat.
Namun,
apabila ada seorang laki-laki yang memilih wanita yang cantik, atau memiliki
harta yang melimpah, atau karena sebab lainnya, tetapi kurang agamanya, maka
bolehkah laki-laki tersebut menikahinya? Para ulama membolehkannya dan
pernikahannya tetap sah.
b.
Shalihah
Seorang laki-laki yang hendak menikah harus memilih wanita yang shalihah, demikian pula wanita harus memilih laki-laki yang shalih.
Seorang laki-laki yang hendak menikah harus memilih wanita yang shalihah, demikian pula wanita harus memilih laki-laki yang shalih.
Menurut Al-Qur-an, wanita yang
shalihah adalah:
àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$srB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ÒyJø9$# £`èdqç/ÎôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& xsù (#qäóö7s? £`Íkön=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# c%x. $wÎ=tã #ZÎ62 ÇÌÍÈ
34. …Maka wanita yang saleh,
ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak
ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)[290]. wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya[291], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha besar.
Hikmah Perkawinan
Cara yang halal untuk menyalurkan
nafsu seks.
Untuk memperoleh ketenangan hidup,
kasih sayang dan ketenteraman
Memelihara kesucian diri
Melaksanakan tuntutan syariat
Menjaga keturunan
Sebagai media pendidikan
Mewujudkan kerjasama dan
tanggungjawab
Dapat mengeratkan silaturahim
Tata Cara Perkawinan Dalam Islam
Islam
telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan
Al-Qur’an dan Sunnah yaitu :
Khitbah
(Peminangan)
Seorang
muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih
dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini
Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang
lain (Muttafaq ‘alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang
akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan
Darimi).
Aqad Nikah
Dalam
aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
Ø Adanya suka sama suka dari kedua
calon mempelai.
Ø Adanya Ijab Qabul.
Ø Adanya Mahar.
Ø Adanya Wali.
Ø Adanya Saksi-saksi.
Dan
menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang
dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.
Walimah
Walimatul
‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah
hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu
sejelek-jelek makanan.
Sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Makanan paling buruk
adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk
makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak
menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya”.
(Hadits Shahih Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah).
Sebagai
catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya
maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Janganlah kamu bergaul
melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan
orang-orang yang taqwa”. (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim
4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu Sa’id Al-Khudri).